Theodore
Herzl, inilah nama Bapak Zionis Yahudi. Penggagas negara Israel ini
lahir di Budapest, 1860. Herzl lancar berbahasa jerman dan Prancis,
namun lemah dalam bahasa Hebrew, Yiddish dan Rusia; sekuler tulen,
intelektual yang kosmopolitan, seorang doktor hukum. Ketika pada tahun
1894-1895 terjadi gelombang antisemit di Eropa akibat pengkhianatan
seorang Yahudi-Prancis yang menjadi kapten pada angkatan bersenjata
Prancis, yang menjual ribuan rahasia Prancis pada Jerman. Herzl yang
tengah menjadi wartawan dan meliput peristiwa tersebut terdorong untuk
mengeluarkan gagasan? negara bagi bangsa Yahudi’. Pada tahun 1896 ia
menulis artikel tentang Der Judenstaat (Negara Yahudi) di bawah
subtitel : An Attempt at a Modern Solution of the Jewish Question.
Bagi
bangsa Israel, Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan (The
Promised Land) kepada mereka. Klaim sepihak itu, menurut Abdul Wahab
Almessiri, seorang intelektual Mesir, merupakan penegasan bahwa tidak
ada bangsa lain yang berhak menduduki Palestina kecuali umat pilihan
Tuhan. Israel mengklaim, merekalah umat pilihan Tuhan tersebut. Tidak
peduli, apakah sebelum dan sesudah mereka hidup bangsa-bangsa lain di
sana. Atas nama Tuhan, tanah Palestina adalah mutlak milik mereka.
Theodore Herzl, asal muasal Zionisme
Banyak
pihak menilai klaim Israel itu berlebihan. Faktanya, memang demikian.
Secara historis, jauh sebelum bangsa Israel ada, Palestina yang dahulu
dikenal dengan nama Kanaan telah dihuni bangsa-bangsa kuno. Mereka
mempunyai kebudayaan yang cukup maju. Penggalian arkeologis di beberapa
Kota Kanaan, seperti Megiddo, Hazor, dan Sikhem, menemukan situs-situs,
perabotan, keramik, dan permata. Benda-benda itu diperkirakan dibuat
sebelum abad ke-17 SM.
Menurut Karen Armstrong dalam bukunya “Jerusalem : Satu Kota Tiga Iman”
menyatakan, tidak banyak informasi tentang negeri Kanaan sebelum abad
ke-20 SM. Namun, banyak bukti yang menguatkan pernyataan bahwa Bangsa
Kanaan lebih dahulu mendiami Palestina.
Karen Armstrong, Penulis dan Peneliti Sejarah
Prof.
Dr. Umar Anggara Jenie, kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan bukti yang paling baik
dalam kekunoaan permukiman-permukiman bangsa Arab semistis purba di
Palestina yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa lainnya
datang. Kota ini didirikan oleh suku-suku Jebus, yaitu cabang dari
bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5000 tahun lalu.
Yang
pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan,”
ujarnya dalam sebuah seminar tentang Yahudi dalam ‘Perspektif Alquran
dan Realitas Sejarah’, beberapa waktu lalu.
Bahkan,
setelah abad ke-20 SM, tercatat raja-raja Mesir telah berhasil
menguasai Kanaan secara politik dan ekonomi. Salah satu tempat yang
menarik perhatian penguasa Mesir adalah Gunung Ophel, karena gunung itu
membuka akses ke Padang Pasir Yudea.
Selain
punya posisi strategis di bidang ekonomi dan politik, Gunung Ophel
menjadi pusat praktik-praktik pemujaan terhadap dewa. Di sebelah
selatannya terdapat Gunung Zion, yang beberapa abad kemudian diklaim
Bani Israel sebagai tempat suci yang dijanjikan Tuhan. Dengan demikian,
kepercayaan tentang kesucian sebuah gunung sudah ada sejak lama di
Kanaan, bahkan sebelum Bani Israel tiba di negeri itu.
Penyembah
dewa-dewa meyakini gunung-gunung di Kanaan merupakan tempat
bersemayamnya para dewa mereka. Gunung Ophel, Zaphon, Hermon, Karmel,
dan Tabol, semuanya dianggap suci.
Apakah
ini berarti bahwa Bani Israel yang menganggap kesucian Gunung Zion
terpengaruh oleh keyakinan-keyakinan kuno di Kanaan? Untuk menjawabnya
perlu kajian yang lebih mendalam.
Namun,
ada sedikit titik terang yang disebutkan oleh Armstrong, yaitu adanya
kesamaan beberapa Mazmur Ibrani (kumpulan nyanyian keagamaan dan
puji-pujian dari kitab Zabur) dengan himne-himne penduduk Kanaan kuno.
Mazmur yang muncul itu berupa pemujaan terhadap Tuhan yang menobatkan
Israel di Gunung Zion.
Memang,
jelas Armstrong, para penyembah berhala Kanaan kuno punya tradisi
mendaki tempat-tempat yang tinggi, untuk dapat merasakan bahwa mereka
seolah telah berada di tengah-tengah antara langit dan bumi. Mereka
membayangkan bertemu dengan dewa-dewa, seperti dewa Shalem, Baal, dan
El.
Ibrahim
AS Risalah Nabi Ibrahim AS (1997-1822 SM) di Kanaan bertujuan
menyebarkan paham tauhid dan mengikis praktik-praktik pemujaan terhadap
dewa-dewa. Dalam buku Sejarah Nabi-nabi Allah, Ahmad Bahjat,
mengungkapkan bahwa saat itu Ibrahim AS menghadapi tiga kelompok
penganut agama. Kelompok pertama menyembah patung-patung yang terbuat
dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah benda-benda langit. Dan,
kelompok ketiga menyembah raja-raja atau penguasa.
Paham
tauhid Ibrahim itu kemudian disebarkan oleh putra-putranya, Nabi Ismail
AS (1911-1774 SM) dan Nabi Ishak AS (1897-1717 SM), yang kelak
melahirkan agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Putra Nabi Ishak, yaitu
Nabi Ya’qub (1837-1690 SM) bergelar Israel, yang dalam bahasa Ibrani
berarti roh Allah. Dialah yang menjadi nenek moyang Bani Israel.
Nabi
Ya’qub dan putra-putranya hidup di Kanaan sebelum datangnya masa
paceklik. Disebutkan dalam Kitab Perjanjian Lama, sebagaimana dikutip
oleh Ahmad Al-Maghluts dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul , Nabi Ya’qub
memiliki 12 putra. Kelak mereka menurunkan suku-suku Bani Israel yang
menyebar ke seluruh dunia.
Sekitar
tahun 1750 SM, ketika Kanaan dilanda paceklik, 12 putra Ya’qub AS
bermigrasi ke Mesir. Pada mulanya mereka hidup makmur di Mesir, tapi
lambat laun kondisi mereka merosot tajam hingga mereka menjadi budak di
negeri Firaun itu.
Pendek
cerita, pada tahun 1250 SM, mereka dibawa keluar dari Mesir oleh Nabi
Musa AS menuju ke Palestina. Dalam pandangan mereka, Palestina itulah
tanah yang dijanjikan Tuhan. Armstrong menuturkan, Musa meninggal
sebelum orang-orang Israel tiba di tanah yang dijanjikan itu. Yosua
mengambil alih kepemimpinan dan menyerbu Kanaan, menduduki negeri itu
dengan pedang atas nama Tuhan. Dia tidak menyisakan satu orang pun
dalam keadaan hidup. Ia pun membagi wilayah Kanaan kepada 12 suku untuk
Bani Israel. Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada tahun 1200 SM.
Mitos Kembali ke Palestina
Sebelum
tahun 1000 SM, kerajaan Bani Israel di Palestina terbagi menjadi dua,
yaitu Kerajaan Israel di utara yang diperintahkan oleh Esybaal dan
Kerajaan Yehuda di selatan yang dipimpin Nabi Daud AS. Dikatakan oleh
Karen Armstrong dalam Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman, Esybaal adalah
raja yang lemah, bahkan komandan terpentingnya membelot kepada Nabi
Daud. Maka, setelah Esybaal dibunuh oleh orang misterius, Nabi Daud
dinobatkan sebagai raja kerajaan bersatu, Israel dan Yehuda.
Menurut
Ahmad Bahjat dalam Sejarah Nabi-nabi Allah , kehadiran Nabi Daud
mengubah kekuatan politik dan militer Bani Israel. Sebelum masa Nabi
Daud, Bani Israel lebih sering lari jika berhadapan dengan musuh.
Namun, di bawah kepemimpinan Nabi Daud, keberadaan mereka lebih
diperhitungkan oleh musuh-musuh Bani Israel.
Alquran
tidak mengisahkan peperangan yang diikuti oleh Nabi Daud dengan
perinci. Alquran hanya menjelaskan, ”Dan Kami kuatkan kerajaannya,”
(Qur’an surah Shad : 20). Bahjat menyatakan, di balik ayat ini
terungkap bahwa ketika itu Nabi Daud memiliki pasukan yang kuat,
kekuasaan yang besar, serta dukungan rakyat yang beriman kepada Allah
SWT.
Ensiklopedi
Islam mencatat Nabi Daud menduduki takhta kerajaan Israel selama 40
tahun. Selama masa itu, ia berhasil meraih kesuksesan besar. Ibu kota
negaranya, Jerusalem, tidak lagi menjadi kota di negeri kecil, semacam
Kanaan, tetapi menjadi ibu kota sebuah imperium yang sangat besar.
Ketika
kerajaan Israel diperintahkan oleh Nabi Sulaiman pada tahun 970 SM,
luas Jerusalem menjadi dua kali lipat. Nabi Sulaiman AS adalah salah
seorang putra Nabi Daud. Sejak ayahnya memerintah, ia telah
dipersiapkan menjadi putra mahkota dan dilatih untuk menangani berbagai
persoalan pemerintahan. Nabi Daud AS memilih Nabi Sulaiman AS, karena
merupakan anak yang paling cerdas.
Jerusalem
menjadi sebuah kota kosmopolitan dan merupakan kota tempat
berlangsungnya program pembangunan yang prestisius, di masa Nabi
Sulaiman. Menurut Ensiklopedi Islam , kenyataan ini yang membuat Ratu
Bilqis dan pasukannya menyerah kepada kekuasaan Nabi Sulaiman. Ratu
Bilqis mengakui bahwa kerajaannya tidak ada artinya jika dibandingkan
kerajaan Sulaiman.
Nabi
Sulaiman meninggal dunia pada tahun 930 SM setelah memerintah selama 40
tahun. Sebelumnya, Sulaiman mengkhawatirkan kerajaan Israel akan
terpecah menjadi dua. Kekhawatiran ini menjadi nyata tidak lama setelah
ia wafat. Kerajaan Israel terbelah untuk kedua kalinya menjadi Kerajaan
Israel di utara yang diperintah oleh Yeroboam, dan Kerajaan Yehuda di
selatan yang diperintah oleh Rehabeam.
Inilah
awal melemahkan kekuasaan Bani Israel di Palestina. Pada tahun 586 SM,
tentara Babilonia mengepung Jerusalem selama 18 bulan, sampai tembok
pertahanan kota itu berhasil diterobos. Raja dan keluarganya dibunuh,
dan komandan Babilonia menghancurkan Kota Jerusalem, membakar Kuil
Sulaiman, dan istana raja.
Armstrong
mencatat, semua orang Israel diusir dari negeri itu. Yang tersisa hanya
buruh, orang-orang desa, dan tukang bajak sawah. Mereka yang hidup di
pengasingan selalu merindukan Kota Jerusalem. Para rabi (tokoh agama
Israel) pun menciptakan mitos-mitos untuk mengidam-idamkan suatu
kepulangan ke tempat mereka seharusnya tinggal.
0 komentar:
Posting Komentar
JANGAN CUMA LIHAT DOANK GAN!!
TINGGALIN JUGA KOMENTAR KAMU...OKE!?